source |
Pagi ini di twitter aku menemukan tweet yang topiknya beauty priviledge. Dan
seperti pada postingan beauty priviledge di sosmed manapun, isinya tentu pada
marah – marah dan adu nasib antara yang katanya si cantik dan yang katanya si
jelek.
Berikut sedikit dari ribuan twit marah – marah.
Tapi ada juga aku lihat pendapat lain dalam tweet tersebut seperti ini. Namun tweet tersebut tetap kena semprot juga oleh salah satu yang secara gak langsung mengaku sebagai korban beauty privilidge.
Hmm. Jadi siapakah sebenarnya yang salah dalam beauty privilede ini? Si katanya
jelek atau si katanya cantik?
Ilustrasinya seperti ini,
- Ada seseorang bernama A
- Ada orang yang katanya cantik B, dan
- Ada seseorang yang katanya jelek C.
A, B dan C adalah orang yang berada dalam sistem sosial yang sama. Suatu hari,
si C yang katanya jelek, meminta tumpangan kepada A, namun A menolak. Kemudian,
si B yang katanya cantik datang kepada A dan meminta tumpangan, si A mengiyakan.
Atau bisa jadi si A yang datang ke B untuk menawari tumpangan. Yang jelas si B
mendapat tumpangan dari si A.
Waktu berlalu, di suatu waktu yang lain, si C yang katanya jelek melampiaskan
kemarahannya kepada A, ia berkata “Lu tu enak, lu tu cantik, hidup lu mudah,
bisa dapat tumpangan! 60% hidup lu mudah karena lu cantik! Beauty priviledge
ini nyata dan orang – orang kayak elu tu egois, gak tau kan rasanya ditolak. Hidup
lu lebih mudah dari gue. Gue harus memulai dari 0! Lu modal cantik aja bisa lancar
hidup lu. Masalah hiduplu berkurang karena lu cantik gak kayak gue!!”
Si A menjawab, “Gue juga punya struggle hidupku C, gue juga punya
masalah hidupku tersendiri.. hidup gue juga gak semulus itu.”
Si C menyahut, “Tetep aja idup lu enak gak kayak gue. Terus lu gausah
banyak ngeluh, lu ngeluh supaya dapet pujian dari cowo kan merendah untuk
meroket. Tau banget gua!”
Dan akhirnya pada beauty priviledge ini si yang konon katanya cantik lah
yang menjadi biang kerok akan kesialan dan ketidakadilan yang diterima si C.
Tapi, dari kasus tersebut, bisa dilihat si A, si pelaku yang
menolak si C justru tidak mendapatkan hukuman. Ia terus berkeliaran dan
mengulangi perbuatan yang sama. Namun, tetap saja si yang katanya cantik yang
disalahkan masyarakat.
Dari kasus beauty priviledge ini, siapakah sebenarnya yang korban dan
yang salah? Yang menjadi korban atas beauty priviledge ini sebenarnya tidak hanya
si jelek. Tapi juga si cantik. Pada sisi si jelek, si jelek tidak mendapatkan
keadilan, dia merasa diperlakukan tidak sama, merasa tidak adil bahkan merasa
hidupnya tidak mulus. Pada si katanya cantik, dia merasa tertekan akan hujatan
dan lampiasan kemarahan yang ia terima dari kaum sejenis C, akibat perbuatan
kaum sejenis A yang melakukan perbuatan tidak adil kepada si C.
Siapa yang salah dalam beauty priviledge ini? Apakah kaum B perlu dimusnahkan
atau sikap ketidak adilan dalam masyarakat yang dilakukan oleh kaum A harus
dihentikan?
Jika menganalisis kasus yang telah diceritakan, pelaku yang salah dalam
beauty priviledge ini sebenarnya adalah kaum sejenis A. Mengapa? Karena mereka
meberikan perilaku yang tidak adil kepada B dan C. Mereka sebagai pelaku dalam melakukan
ketidaksetaraan dalam bersosial. Mereka yang melakukan, mereka yang menolak,
mereka yang pilah – pilih, mereka juga yang mengucapkan kata tidak enak, mereka
adalah kaum pemberi priviledge itu.
Tapi kenapa orang yang katanya cantik kena hukuman dan hujatan adu nasib “hidup
lu 60% mulus? Lu gausah ngeluh lu mau caper ke cowo kan biar keliatan merendah
biar dipuji!”
Jika memang masalahnya adalah karena ketidakadilan, maka yang perlu
diubah sebenarnya dalam tatanan sosial kita adalah bagaimana kita semua saling
menghargai. Bagaimana pelaku A dan kaumnya, perlu diajari untuk memperlakukan
orang apapun latar belakang, warna, agama, suku, dsb, secara relatif sama. Kemudian
yang perlu diubah selanjutnya adalah bagaimana kita mengkampanyekan atau
menciptakan generasi baru yang mampu bersikap baik tanpa mendiskriminasi pihak
lainnya sehinnga sistem sosial kita tidak menjadi sistem sosial yang rentan konflik. Memang ini bukan hal yang mudah, tapi demi kenyamanan dalam tatanan
sosial masyarakat, ini perlu dilakukan.
Selain itu, dari kasus tersebut dapat dianalisis, kita cenderung
menyalahkan ✨perempuan✨.
Mirip dengan kasus pelecehan seksual, para pelaku yang melakukan
pelecehan dianggap tidak salah, yang salah melainkan para perempuan yang
dianggap tidak jaga diri. Padahal, kasus pelecehan tidak sempit, terdapat juga
kasus pelecehan terhadap anak dibawah umur, apakah perlu kita menyalahkan anak di
bawah tersebut karena tidak jaga diri?
Pada kasus beauty priviledge juga sama, mereka para pelaku pemberi
priviledge tidak tersentuh, kemudian para kelompok C marah terhadap kelompok B,
dan terjadilah konflik sesama perempuan. Para pelaku? Duduk tenang menikmati tontonan
sinetron pertengkaran antara C dan B, antara sesama perempuan.
Ya, mungkin ini sebab budaya konservatif kita di masa lalu, dimana
perempuan selalu disalahkan akan perbuatan yang tidak ia lakukan. Ia salah atas
perlakuan yang ia terima dari sikap-perilaku yang diberikan kaum pelaku. Ia
salah karena kaum pelaku melakukan ketidakadilan kepada kaum C, dan kesalahan itu
perlu dilampiaskan kepada perempuan kaum B.
Bagaimana para perempuan?
Ketidakadilan dalam bersosial yang dilakukan oleh kaum A, perlu diluruskan,
agar kita sesama warga Indonesia tidak terus terpecah belah akan konflik seperti
ini. Selain mendidik generasi supaya bisa bersikap dan berperilaku adil terhadap setiap
manusia dan menghargai serta menghormati orang lain apapun bentuknya, warna, agama, ras, dsb. Kita sebagai perempuan ke
depannya dalam mengambil sikap dan perilaku perlu berhati – hati, kita sebagai perempuan perlu melatih
kemampuan analisis terhadap masalah yang terjadi, mengenai siapa dan apa sebenarnya penyebabnya. Kita harus bisa menjabarkan permasalahan sehingga diketahui titik terang siapa pelaku dan apa yang perlu dilakukan untuk perubahan ke depannya.
Memang ini perlu dikampanyekan besar – besaran, karena kita tahu kita adalah nusantara yang luas dan terpisah oleh lautan, sehingga penyebaran nilai – nilai sosial tidak semudah itu, bahkan dalam satu daerah juga usahanya bisa dibilang sulit.
Tapi aku yakin, kesadaran akan kita sebagai rakyat yang rukun, dan kesadaran akan sikap basic berperilaku adil kepada siapapun, bisa di sebar dan dilakukan oleh masyarakat kita di masa depan.
makasih sharingnya. mungkin untuk mengubahnya sulit ya , karena bagi yang mengalami akdang memberi luka tersendiri
ReplyDeletesulit dirubah karena kaum perempuan sulit menerima dan menyadari bahwa beauty privilege ini ada karena ada kaum pelaku yang membeda bedakan dan diskriminasi terhadap perempuan. kaum perempuan justru malah saling menyalahkan. Entah kenapa dalam beauty privilege ini, setiap di bilang beauty privilege ini hadir karena ada kaum pelaku yg melakukan, dan pelaku itu yg harus dkritik semuanya pada tutup mata. pokoknya yg salah itu karena orang cantik hidup. padahal kalau dianalisis kasusnya, para pelaku itu yang menyebabkan ketimpangan sosial mba.
Deletememang susah untuk mengendalikan hal tersebut, tapi percaya deh si cantik dan si jelek punya beban hidup masing-masing, baiknya si jelek tidak usah minder karena pasti inner beauty tetap akan menang. Kalau cantik tapi songong atau pelit lama-lama toh gak ada yang suka sama dia.
ReplyDeletebenar sekali mba. kita hidup di dunia bukan sehari dua hari. dan selama kita hidup ada seleksi alam. semuanya akan terseleksi mana yang berkualitas mana tidak. mana yang baik mana yang tidak.
Deletetapi sayangnya lagi lagi para sebagian perempuan tidak mau mengakui itu, para sebagian perempuan kekeuh bahwa yang cantik hidupnya mulus 60-80% (based on tweet di twitter)
padahal dalam menilai kualitas hidup itu tidak hanya dari faktor sosial, karena hidup kita kompleks. jadi statement angka yang disebutkan sebagian perempuan di twitter itu agak tidak valid menurut saya, karena kalau sudah berani bilang angka, sudah harus ada penelitian dengan sampel yang mewakili populasi orang cantik.
kita perempuan terus terusan blaming ke sesama perempuan, entah kenapa susah banget ya mengakui bahwa beautu privilege ini ada karena ada orang orang oknum pelaku yang melakukan perbedaan dalam kegiatan sosial itu.
Emang benar dan pernah kejadian sama aku, kalau beauty privilege selalu didepan. Cuman sekarang aku bodo amat gamau mikirin, tapi gimana ya susah kayaknya emg udah masuk budaya kita T_T
ReplyDeletekaum yang memkotak kotakkan dan membeda bedakan kaum yang dianggap kurang good looking dan dianggap good looking itu perlu dikasih tau dan diajari ulang
Deletekalau kayak gini mereka terlalu enak posisinya, udah ngebeda bedain orang berdasarkan penampilan, memperlakukan orang berbeda, membuat sikap yang gak adil, tapi jarang banget dalam beauty privilege kita ngeluh tentang pelaku, kita mengkritik pelaku. entahlah apa karena kita butuh banget validasi dari pelaku, perhatian dari pelaku atau kita sebenarnya malah juga pelaku kepada orang lain? makanya kita enggan dan sulit banget sadar dan menerima ini adalah perbuatan kaum pelaku yang mengkotak kotakkan manusia berdasarkan penampilan.
alhasil korban disini kaum yang katanya kurang good looking merasa sakit hati pastinya diperlakukan beda, dan kaum yang katanya good looking jadi bulan bulanan orang kurang good looking (agak heran juga kenapa dalam menganalisis masalah kita justru marah kepada asap bukan mematikan api).
budaya bersikap adil kepada semua orang bukan hanya penampilan, tapi suku, agama, ras, warna, dsb mungkin gak semudah membalikkan telapak tangan. tapi harapannya pelan pelan kita semuanya sama sama sadar memperlakukan orang itu sama, baik ada pembeda dalam suku, ras, warna, agama, dsb.
dan kita juga sebagai korban harus bisa menganalisis dengan baik, ketika ada masalah, ada asap, dan kita merasa terganggu, kita coba lihat akarnya apa, jangan tersulut emosi terus marah gak tepat sasaran. rugi dong marah marah tapi gak tepat sasaran permasalahan gak selesai.
soalnya berperilaku adil juga dampaknya besar bukan hanya dalam dunia beauty privilege, kalau kita semua golongan masyarakat berhasil menerapkan nya, kita menjadi masyarakat yang tidak rentan konflik dan punya kerukunan yang tinggi.
Utk sekarang ini, cukuplah aku ngajarin anak2ku utk ga menilai segala sesuatu dari fisik. Krn harus dimulai dari mereka. Kalo yang sekarang2 ini, jujur aku pesimis utk bisa mengubah mereka yg mindsetnya udah begitu far. Yg cantik perlu dibela, yg jelek usaha aja sendiri :(.
ReplyDeleteApalagi, produk2 pemutih masih gencar dan laku dijual di negara ini 😅. Tetep aja mereka mandangnya, cantik itu putih, sisanya wassalam .. yg ga putih, coba pake produk pemutih ...
Di tempat kerjaku dulu, yg begini masih banyak. Tiap datang anak baru ke kantor, para senior langsung rebutan pengen jadi mentor anak baru yg cantik. Yg kurang cantik, mereka acuhin. Terpaksa team leader turun tangan utk nyariin mentor buat si anak yg menurut mereka masih kurang cantiknya. Sedih sih, tapi itu masih banyak memang...
Makanya, skr ini aku fokus aja utk mendidik anakku jangan sampai punya mindset begitu. Dia harus bangga Ama yg dia punya, dan menghargai orang lain berdasarkan kemampuannya dan attitude, bukan dari fisik mereka.
Kalo dulu ibu saya suka bilang, kita gak kaya nak jadi kalian harus pintar. Tapi sekarang pintar aja gk cukup. Harus beruntung hehe
ReplyDelete