![]() |
Lokasi: Merdeka Walk Medan |
Kuliah di Universitas Kehidupan memang nano-nano penuh tangis bahagia maupun tangis yang pengen ganti “mata kuliah” karena rasanya udah gak sanggup berderai air mata hampir tiap hari. Tapi itulah adanya, mau gak mau harus dijalani, karena kalau keluar dari Universitas Kehidupan, berarti kehidupan juga terhenti dan berganti ke dunia kubur.
Universitas Kehidupan?
Itu hanya nama
berbelit-belitnya kawan, yang sebenarnya sama saja dengan hidup. Kenapa dinamai universitas kehidupan? Karena hidup ini bagai
sekolah penuh pelajaran dan ujian, ye kan? Mata kuliahnya tak terjadwal, datang
tiba-tiba, juga ujiannya yang memeras otak, tenaga dan air mata.
Setelah menginjak
kepala dua dan setelah beberapa tahun kuliah di rantau, aku rasanya baru melek,
kalau dunia ini keras bung! Orang bisa
saling sikut buat mendapatkan keinginan dan nama baik, orang banyak yang
bermuka dua, dibelakang ngejek di depan pura-pura iye. Hadeh! Btw suer ini gak
ngarang, tapi ini kenyataan yang baru aja aku telan bulat-bulat.
Kenyataan pahit
lainnya adalah, laki-laki bisa lebih
judes dan kejam mulutnya dibanding cewe. Serius? Iya. Percaya, kalau cowo
mulutnya udah jahat, dia bisa provokator sana-sini, padahal orang yang awalnya
gak perduli jadi “oo iya ya”, “ooh dia gitu ya”. Ngeri, kalau kalian udah tau
rasanya, mending dijudesin sama cewe dibanding sama cowo saking ngerinya.
Kemudian, aku
ketemu dengan orang mudahnya vonis dosa atau aib orang lain ke orang lain. Gak ada
salahnya mengingatkan, tapi beda sama membicarakan
ya.. Mengingatkan aja ada adabnya dan itupun gak bisa memaksa. Apalagi 'yang
udah ngingetin nggak', 'tapi ngomongin di belakang iya', provokator orang iya pula tu. Ckckck.
Berdasarkan pengalaman pkl baru - baru ini, aku rasanya ditampar habis-habisan. Sebaik apapun aku berusaha, dan mau sesuai prosedur pun aku kerja, belum tentu orang di sekitarku memandang jerih payahku, menyegani kejujuran ku sesuai prosedur atau setidaknya menghargai usahaku. Ada aja yang rewel, bilang kalau aku kerja sesuai prosedur dibilang "dibuat susah" , malah ada yang bilang kejujuranku bakal menjelekkan nama baik kelompok, soalnya takut mereka keciduk gitu. Gak sampai disitu, mau secapek apapun aku bantu-bantu di rumah induk semang ku, tetap aja aku digunjingi, di omongin dari belakang, dibilang malas kerja dan sampe aku bingung harus ngapain soalnya aku udah kerja bantu di rumah dibilang gak kerja, terus aku harus apa lagi coba?, dan perlakukan terhadapku juga beda sama anak-anak yang lain, kayak anak tiri rasanya disana wkwkwk.
Fakta mengejutkan lainnya tentang perkehidupan sosial dunia ini, bahwa, maaf sebelumnya ya, panjangnya jilbab nggak jadi patokan akhlak seseorang. That's true. Dan itulah kenyataan yang aku temui di lapangan. Sangat bagus memang sebagai perempuan semakin menutup auratnya, tapi, gak bisa aku langsung ngevonis oh kayaknya yang jilbabnya segini orangnya begini, yang jilbabnya segitu orangnya begitu. Karena jilbab itu urusan aurat yang ada di luar tubuh, sedangkan akhlak dan karakter itu urusan dalam diri manusia. Gak bisa serta merta dipukul rata semua orang yang jilbabnya gak syar'i itu akhlak dan karakternya buruk, sedangkan yang sampe menutup perut itu lembut begini begitu. Gak bisa. Karena karakter dan akhlak udah beda konteksnya. Tapi aku gak men-cap orang yang berjilbab panjang itu buruk, tentu tidak, banyak kokk orang yang jilbabnya panjang orangnya itu ramah, baik dan bersahaja, tapi alangkah tidak pantasnya aku mem-vonis akhlak dan karakter orang dari jilbabnya yang pendek, tanpa sebelumnya pernah memandang hal-hal lain dari dirinya. Soalnya, di asramaku nggak sedikit yang berjilbab panjang sampe ngeret - ngeret, tapi kenyataan tabiat nya nggak sesuai ekspektasi ku yang 'ooh berjilbab panjang pasti baik nih!', No.
Selain itu, aku
juga sadar, aku banyak kekurangan dan
aku gak sempurna, yang mungkin kekurangan yang aku punya bikin orang risih
atau kesal, dan aku harus sadar aku gak
bisa bahagiain semua orang. Aku juga harus sadar aku gak bisa menghentikan
orang gak ngomongin aku? Kenapa? Karena bahkan sampe aku mati pun, aku bakal
diomongin orang. Buktinya? Orang yang mati aja masih diomongin, apalagi yang
masih hidup kayak aku. Yang perlu aku pegang itu self control, untuk bodo amat.
Bukan berarti egois, omongan orang dijadikan cerminan dan pelajaran emang
kadang kala perlu, tapi kalau semua didengar gak akan ada habisnya, dan segala
omongan orang gak perlu dibawa pikir, harus kendalikan diri.
Ketika dirundung
masalah, rasanya juga hidup ini semakin membawaku ke peringatan. Peringatan apa?
Kenapa aku punya masalah? Apakah aku kurang bersedekah, apakah aku pernah
pelit, pernah nyakitin hati orang, kurang dekat sama Yang Maha Kuasa, dll. Karena
masalah datang nya dari Dia kan teman-teman dan semuanya membawa hikmah,
peringatan dan pelajaran. Apalagi hukum karma itu berlaku, mana tau kesalahan
ku yang dulu membawa ku pada kejadian tak menyenangkan sekarang.
Juga aku belajar,
pelit gak akan membawa mu kemana-mana, bukan hanya tentang uang tapi juga
barang-barang sederhana ketika meminjam, jasa, dan lain sebagainya. Pengen nangis kalau aku ingat apa yang pernah aku berikan ke sesama dengan apa
yang sudah dikasih Yang Maha Pengasih sama ku. Rasanya kayak apalah yang aku
sudah berikan ke sesama, gak ada apa-apanya dibanding dengan yang sudah aku
dapat. Sedekah, berbagi, tidak akan membuatmu sengsara, tapi itulah yang akan
mempermudah dan memperlancar urusan, atau bahkan ada kejutan lain di baliknya yang
gak kita sangka-sangka. Ya tapi bukan berarti aku harus ngasih segalanya yang aku punya dan aku bisa dipalak semaunya. Nggak gitu juga, enak kali kau yang minjam - minjam terus, baik ke aku nggak, sadar diri napa. Kita sedekah, ngasih atau minjemin sesuatu itu baik, tapi liat - liat dulu, orang ini malak atau apa. Beli hape mampu, makan di mall mampu, tapi hal pribadi minjam terus! Ya sadar diri juga lah situ! Sesekali karena mendesak iya, tapi kalo keseringan tolong pake otak dulu ya.
Kali ini, hanya
ini tamparan universitas kehidupan yang bisa aku bagikan, terimakasih!
inspiratif mba.
ReplyDeleteSaya suka kalimat "pelit tidak akan membawamu kemana2"
Saya juga sebenarnya masih takjub dengan manfaat "berbagi" itu sendiri mas ToT
DeleteKata guru saya berbagi tidak akan mengurangi bahkan justru menambah apa yang ada di kita.
DeleteBenar sekali
Deletetos
DeleteSebagai wanita yangs eringnya berteman dengan lelaki, saya rasa sudah tahu banyak karakter lelaki.
ReplyDeleteYang mulutnya ember adaaaa..
Yang mulutnya pedesss juga adaaa...
Yang sensinya ngalahin perempuan PMS juga ada wakakakakak
Tapi itulah manusia, lelaki juga manusia.
Universitas kehidupan emang keren :D
Iya benar sekali, lelaki manusia, perempuan juga manusia, tapi setiap manusia itu punya kemampuan dan batas masing masing, tapi sayangnya gak semua laki laki menyadari itu. Berdasarkan pengalaman, aku dituntut harus serba bisa, serba kuat, serba rajin, sedangkan laki laki boleh bermalas-malasan, padahal saya juga manusia, sama sama juga makan nasi, saya juga ada capeknya, *curcol
DeleteNice kak
ReplyDeleteMakasih bang
DeleteThat "Orang yang mati aja masih diomongin" menohok sekali mba 😅. Menarik sekali kenapa judulnya di kasih nama universitas kehidupan. Manusia memang benar2 belajar hidup dari pahit sampe ke pahitnya lagi. Semua bisa di lewatin kok mba, kitanya harus tetap kokoh! :')
ReplyDeleteThanks mba:')
Delete