Orang berpendidikan di Indonesia
tidak harus jadi PNS atau kerja di kantor yang memusingkan karena tertekan oleh
aturan dan bos. Sebagian orang berpendidikan di Indonesia juga harus jadi petani.
Mengapa demikian?
Pernahkah Anda mendengar cerita
dari seorang Penyuluh Pertanian tentang petani yang hanya datang ke tempat
penyuluhan karena “Bu, kudengar ini
dapat duit kan?” atau karena sekedar ngopi dan makan roti yang disediakan
penyuluh, dan bukan karena 100% pure
ingin mendapatkan informasi sebagai tujuan utamanya.
Atau cerita dari penyuluh yang
mendatangi petani bagaimana cara mengatasi masalah tanaman jagung yang tumbuhnya
tidak merata dengan memperbaiki sistem pemupukannya. Sudah dipraktekkan
caranya, bahkan sudah dikasih atau sudah disediakan NPK dan segala macamnya
kepada petani agar petani bisa mempraktekkan ulang apa yang telah diberi tahu
penyuluh. Dan jawaban petani Cuma “olo”
atau “iya”. Tapi 3 minggu kemudian
didatangi lagi, tidak ada perubahan dari cara pemupukan, dan ketika ditanya
mengapa jawabannya “tidak ada tenaga bu”.
Cerita ini tidak saya karang sendiri melainkan saya dapatkan dari dosen saya
yang seorang pensiunan penyuluh di Sumatera Utara. Kembali ke cerita tadi, apa
penyebabnya petani berbuat demikian? Itu karena kualitas Sumber Daya Manusia
yang rendah. Dan pertanian Indonesia tidak mau lagi Sumber Daya Manusia yang
seperti itu. Kapan bisa maju kalau terus-terusan bersikap seperti itu?
Kita telah memasuki era Industrial Revolution 4.0 dimana segala
sesuatu dilakukan secara otomatis, berbasis internet dan GPS. Mulai dari
pengolahan lahan dengan traktor berbasis sensor dan GPS, pemetaan lahan dengan
GPS, perawatan tanaman berbasis drone, sensor, dan GPS, panen dengan mesin
otomatis berbasis sensor hingga penjualan hasil melalui E-Commerce.
Dengan informasi yang sedemikian
itu, tidak semua kriteria manusia bisa menangkap dan mempraktekkannya di
lapangan. Lalu kriteria yang seperti apa? Yang bisa menangkap informasi
tersebut dan mempraktekkannya adalah kriteria manusia yang berpendidikan. Nah,
maksud berpendidikan disini ialah manusia yang memiliki kecerdasan yang baik,
punya motivasi untuk maju, kreatif, dan disiplin. Karena, era pertanian yang
kita hadapi sekarang bukan lagi era pertanian yang membutuhkan manusia
bertenaga kuat untuk mencangkul. Kuat di lapangan itu memang perlu, tapi, kuat
saja tidak cukup. Di zaman sekarang pertanian membutuhkan manusia yang cerdas
yang mampu berhitung statistika, menyelesaikan algoritma untuk kebutuhan
pertanian, terbiasa dengan teknologi seperti GPS, drone, dan sebagainya, mampu
berurusan dengan database di komputer, mengaplikasikan GPS dan Google Earth ke
dalam software untuk pemetaan lahan perkebunan, dan masih banyak lagi, juga
manusia yang punya motivasi untuk bergerak, yang tau ke mana dia harus
melangkah, “oh saya butuh ini, jadi saya
harus melakukan ini”, yang tidak hanya mengandalkan uluran tangan orang
lain, dan punya kesadaran akan pentingnya pertanian bagi bangsa dan negara
serta disiplin diri dalam melakukan segala sesuatu.
Bayangkan jika Sumber Daya
Pertanian Indonesia diisi oleh Sumber Daya Manusia yang handal seperti itu,
saya rasa dalam waktu yang tidak lama petani tidak lagi identik dengan badan
kurus dan baju lusuh, melainkan gemuk, kekar, makmur dan selalu menggunakan
jeans ketika di lahan sambil memegang drone
remote control ataupun the other
agricultural smart tools.
Oleh karena itu, kita sebagai
generasi muda milenial yang akan memegang bangsa ini, diharapkan kesadarannya
untuk menjadi pertani berdasi di masa depan memajukan perekonomian Indonesia
melalui pertanian serta mengubah pandangan tentang petani di masa yang akan
datang.
Miris yah sekarang, ke penyulyh karena berharap amplop
ReplyDelete